Bukittinggi, Pilarbangsa.com

Bakal calon Bupati Pesisir Selatan tidak sepi, cukup ramai sebenarnya. Tapi yang ramai itu adalah “nan manonpang biduak ka hilie”.

Demikian seorang perantau Pesisir Selatan menyampaikan komentarnya setelah link berita terkait sepinya calon bupati Pesisir Selatan sebagaimana yang dipublish media PilarbangsaNews.com edisi Sabtu (26/8/2023) dibawah judul Pilkada Pessel Sepi Balon Bupati?

Yang dimaksud dengan manompang biduak ka hilie oleh perantau tersebut adalah kalau dapat tidak banyak mengeluarkan duit. Menompang atau gratisan.

Baca Juga;

Pilkada Pessel Sepi Balon Bupati ?

Biduak merupakan sebagai alat transportasi perairan sungai maupun laut. Nenek moyang kita yang dikenal sebagai pelaut ulung tanpa biduak mereka dulu tidak mungkin bisa sampai dari Kepulauan Farmosa ke Nusantara.

Dalam pilkada, biduak kita identikan dengan duit. Tanpa duit tidak mungkin seseorang bisa menjadi balon yang kemudian jika bernasib mujur bisa menjadi calon dan terpilih dalam kontestasi.

Itu kalau bernasib mujur, tapi jika bernasib malang, biduak yang digunakan untuk berlayar menuju gelanggang kontestasi jadi karam dan terbenam.

Jika sudah terbanam haruslah diterima dengan sabar. Anggap diri kita kalah dalam sebuah perjudian. Karena mungkin Allah punya rencana yang lebih baik untuk kita. Bisa jadi kalau kita berhasil menang dalam pilkada, praktek KKN (kolusi korupsi dan nepotisme) selama menjabat jadi bupati tak mungkin bisa dihindari.

Seandainya kita tahu bahwa betapa beratnya nanti diakhirat jabatan yang kita emban harus dipertanggungjawabkan dan tahu bahwa pemimpin itu adalah orang yang paling belakangan dihisab amal perbuatannya, menurut para ulama nanti pasti kita akan sangat menyesal telah berebutan untuk mendapatkan jabatan itu.

Menyesal lantaran jabatan Bupati atau dengan menyandang jabatan gubernur kita balambin masuk naraka jahanam. Betapa tidak, karena selama menjadi pemimpin sebagai orang nomor satu di kabupaten, orang sekabupeten tekecoh karena mereka kita alua tagak tagak (bohongi) dengan janji janji palsu saat kampanye.

Dana Aloaksi Khusus (DAK) atau dana lain sebagainya itu kita ambil komisinya tidak sesuai dengan yang telah diatur undang undang dan peraturan yang berlaku. Mana ada soal komisi proyek diatur oleh UU. Nah kalau tidak ada diatur UU berarti itu uang haram. Ya memang haram
Yang halal sekarang susahnya dicari bro….

Dan kita berlagak jujur dan menyatakan kepada banyak orang kitalah pejabat yang paling jujur, tidak mendapatkan apa apa selama menjabat jadi bupati.

Padahal bukan begitu sesungguhnya. Kita memang tidak pernah meminta dana komisi proyek langsung kepada rekanan kontraktor tapi melalui tangan seseorang utusan yang kita percayai kita bermain kucing kucingan untuk menghindari diri dari OTT KPK.

Jadi anda dan saya ingin seorang bupati itu tidak terima komisi?

Enak aja ente ngomongnya begitu. Elu kira berapa modal biduak untuk bisa berlayar meraih memenangkan kontestasi Pilkada itu. Puluhan milyar rupiah, tau?

‘Kok katarimo komisi urang manga lo angku cikaroi, ooyyyy. Yang berdosa saya kan bukan kamu…,’ begitu mereka yang agak jujur membatin.

AMUNISI TERJAMIN

Untuk jadi bupati butuh duit puluhan milyar. Terkait soal alat atau amunisi seorang balon harus benar benar siap sedia. Sebab tidak mungkin tanpa pitih kita turun ke daerah untuk tebar pesona.

Di Pesisir Selatan terdapat 15 kecamatan dan 182 nagari, yang akan dididirikan posko dan kunjungan sosialisasi butuh dana operasional itu, kawan….

Begitu juga untuk mendapatkan SK DPP Parpol sebagai calon, tidak cukup dengan upaya lobbying dan koordinasi saja. Disini berlaku istilah tidak ada makan siang nan perai di Jakarta, doh sanak.

Dalam prakteknya politik kekinian kita harus rasional, tanpa cuan yang cukup kecil kemungkinan berhasil sebab Pessel kabupaten nya sangat panjang dari utara ke salatan 240 Km dan kita harus turba untuk menyapa konstituen.
(bersambung…)

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *