Info, pilarbangsa.com – Hanya dalam beberapa minggu terakhir, ada 100 gajah di Taman Nasional Zimbabwe mati karena kekeringan.

Bangkai gajah di sana memperlihatkan betapa menyeramkannya perubahan iklim dan fenomena El Nino di Zimbabwe, seperti diungkapkan otoritas satwa liar dan kelompok konservasi setempat.

Pihak berwenang bahkan memperingatkan akan ada lebih banyak lagi hewan yang mati dengan prakiraan curah hujan yang minim dan peningkatan panas di beberapa bagian negara Afrika bagian selatan, termasuk Taman Nasional Hwange.

The International Fund and Animal Welfare juga menggambarkan krisis ini sebagai krisis bagi gajah dan hewan lainnya.

“El Nino memperburuk situasi yang sudah mengerikan ini,” kata juru bicara Otoritas Pengelolaan Taman Nasional dan Satwa Liar Zimbabwe, Tinashe Farawo, seperti dikutip dari CBS News.

El Nino merupakan fenomena cuaca alami dan berulang yang menghangatkan sebagian wilayah Pasifik, sehingga memengaruhi pola cuaca di seluruh dunia.

Meski di Afrika Timur El Nino sudah menyebabkan banjir mematikan, El Nino justru akan menyebabkan kurangnya curah hujan di Afrika Selatan.

Di Zimbabwe, musim hujan tidak datang dalam beberapa minggu terakhir.

Meskipun sekarang sudah turun hujan, prakiraan cuaca justru memperkirakan musim panas, kering, dan terik yang akan melanda.

Penelitian menunjukkan bahwa perubahan iklim mungkin membuat El Nino semakin kuat sehingga menimbulkan konsekuensi yang lebih ekstrem.

Pihak berwenang mengkhawatirkan kejadian kelam 201 terulang, di mana lebih dari 200 gajah di Hwange mati karena kekeringan yang parah.

“Fenomena ini berulang,” kata direktur program lanskap di The International Fund and Animal Welfare, Phillip Kuvawoga.

Melalui media sosial X, Tinashe Farawo juga mengunggah video yang memperlihatkan seekor gajah muda mencoba bertahan hidup setelah terjebak dalam lumpur lubang air yang sebagiannya mengering di Hwange.

“Gajah yang paling terkena dampaknya adalah gajah muda, tua, dan sakit yang tidak dapat melakukan perjalanan jauh untuk mencari air,” kata Farawo.

Ia mengatakan seekor gajah berukuran rata-rata membutuhkan asupan air harian sekitar 52 galon.

Ia juga memperlihatkan gambar lain yang menunjukkan seekor gajah betina terjebak di lumpur dan seekor lainnya ditemukan mati di lubang air yang dangkal.

Penjaga taman nasional kemudian segera mengevakuasi gajah yang mati agar bangkainya tidak diambil pemburu liar.

Hwange diketahui sebagai rumah bagi 45 ribu gajah, pun dengan 100 spesies mamalia lainnya, serta 400 spesies burung.

Biasanya, musim hujan di Zimbabwe dimulai bulan Oktober hingga Maret.

Namun, beberapa tahun terakhir menjadi tidak menentu.

Banyak aktivis lingkungan yang menyadari bahwa musim kemarau menjadi lebih panjang dan parah.

“Wilayah kami akan memiliki curah hujan yang jauh lebih sedikit, sehingga musim kemarau bisa segera kembali karena El Nino,” kata direktur The Bhejane Trust, sebuah kelompok konservasi yang membantu badan pertamanan Zimbabwe, Trevor Lane.

Ia mengungkap bahwa organisasinya sudah memompa 1,5 juta liter air ke dalam lubang air Hwange setiap hari.

Sudah ada lebih dari 50 lubang bor yang dikelolanya, melalui kemitraan dengan dinas pertamanan.

Sementara itu, taman nasional seluas 14.651 km persegi ini memang tak punya sungai besar yang mengalir melaluinya, sehingga sudah lebih dari 100 titik dibor dengan tenaga surya untuk memompa air untuk para hewan.

Pelestari lingkungan menyebut bahwa menyelamatkan gajah bukan hanya demi kepentingan hewan.

Mereka justru merupakan sekutu utama untuk memerangi perubahan iklim melalui ekosistem.

Pasalnya, gajah mampu menyebarkan vegetasi dalam jarak jauh melalui kotoran yang mengandung benih tanaman, sehingga hutan dapat menyebar, bergenerasi, dan tumbuh subur.

Pepohonan juga bisa menyedot karbon dioksida yang menyebabkan pemanasan global dan atmosfer.

“Mereka mempunyai peran yang jauh lebih besar dibandingkan manusia dalam reboisasi. Itulah salah satu alasan kami berjuang untuk menjaga gajah tetap hidup,” ujar Trevor Lane. (*)

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *