Info, pilarbangsa.com – Ahli Biostatistika dan Epidemiologi Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Airlangga (Unair), Windhu Purnomo, mengingatkan masyarakat mengenai risiko penyakit leptospirosis pada masa puncak musim hujan.

Intensitas hujan yang meningkat selama dua bulan terakhir menimbulkan banjir di beberapa wilayah di Indonesia.

“Banjir tak hanya merugikan secara materi, namun juga menjadi salah satu ancaman penyakit, salah satunya leptospirosis,” katanya melalui keterangan tertulis, Rabu, 21 Februari 2024.

Menurut Windhu, leptospirosis masuk dalam daftar zoonosis, jenis penyakit yang dapat ditularkan dari hewan ke manusia maupun sebaliknya. Wabah leptospirosis umumnya menular lewat bakteri leptospira.

“Bakteri leptospira ini berbentuk lancip dan umumnya mereka tinggal di ginjal tikus. Hal ini sangat riskan jika tikus pipis di genangan air saat banjir. Hal ini dapat menyebabkan penularan bakteri leptospira dari hewan ke manusia,” tuturnya.

Bakteri leptospira sangat mudah masuk dalam tubuh manusia di musim hujan, apalagi di tengah banjir.

Agen penyakit leptospirosis itu bisa masuk ke kaki melalui genangan air saat hujan. Luka pada bagian tubuh juga mempercepat masuknya bakteri ini.

Windhu mengimbau para pengungsi dan petugas penanganan banjir untuk memakai alas kaki yang tepat ketika melintasi genangan air, misalnya sepatu boots atau plastik penutup kaki. Langkah sederhana ini menjauhkan manusia dari infeksi leptospirosis.

“Hal yang biasanya dianggap remeh justru berpotensi untuk kita dapat tertular leptospirosis. Salah satunya, tidak memakai alas kaki jika terjadi banjir atau melewati genangan,” kata Windhu. 

Memicu Kematian Bila Tidak Diantisipasi

Penyakit leptospirosis sering dipandang sebelah mata karena dampaknya dianggap tidak berat.

Faktanya, leptospirosis bisa menyebabkan kematian jika tidak tertangani dengan baik. Karena itu dibutuhkan deteksi dini.

Beberapa gejala yang kerap kali dialami pengidap leptospirosis adalah demam tinggi, tubuh yang menggigil, mata yang kekuningan, serta nyeri di berbagai bagian tubuh.

Mereka yang mengalami gejala tersebut, terutama di tengah situasi banjir, harus diperiksa lebih jauh oleh tenaga kesehatan profesional.

Windhu menyebut tidak ada gejala yang khas atau unik pada orang yang baru terjangkit leptospirosis.

Gejalanya malah mirip dengan penyakit lain, sehingga butuh screening test untuk memastikan bakteri ada tidaknya bakteri leptospira dalam tubuh. Jenis pemeriksaannya pun harus yang memiliki hasil akurat.

“Salah satu tesnya yakni tes serologi dan polymerase chain reaction test atau PCR. Konsep PCR ini sama halnya dengan tes Covid-19,” ujar dia. (*)

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *