Info, pilarbangsa.com – Israel buka suara soal resolusi Dewan Keamanan (DK) PBB terbaru, Rabu waktu setempat.

Organisasi negara-negara dunia itu, sebelumnya menyerukan jeda dan koridor kemanusiaan di Gaza untuk memungkinkan pengiriman bantuan dan evakuasi medis.

Penolakan dikatakan Duta Besar Israel untuk PBB, Gilad Erdan.

Ia menegaskan bahwa Israel bertindak sesuai dengan hukum internasional di Gaza dan jeda kemanusiaan itu tidak akan terjadi.

“Sangat disayangkan dewan masih belum bisa mengutuk atau bahkan menyebutkan pembantaian yang dilakukan Hamas pada (7 Oktober) dan menyebabkan perang di Gaza,” tulisnya, Kamis (16/11/2023).

“Ini memalukan,” tambahnya.

Ia pun menunjuk krisis di Gaza saat ini sebagai strategi Hamas.

Dikatakanya, kelompok tersebut sengaja memperburuk situasi kemanusiaan di Jalur Gaza dan meningkatkan jumlah korban warga Palestina.

“Untuk mengaktifkan PBB dan DK dalam upaya menghentikan Israel,” tambahnya.

Sebelumnya, resolusi DK PBB terkait jeda kemanusiaan di Gaza diajukan Malta setelah empat upaya lain gagal dalam menanggapi perang Israel-Hamas.

Duta Besar Vanessa Frazier mengatakan resolusi ini juga menyerukan “koridor di seluruh Jalur Gaza selama beberapa hari” untuk melindungi warga sipil terutama anak-anak.

Keputusan ini diadopsi dengan 12 suara mendukung, nol menentang dan tiga abstain. Rusia, Amerika Serikat (AS) dan Inggris adalah negara yang abstain.

Namun resolusi tersebut tidak menyebutkan gencatan senjata.

Resolusi tersebut juga tidak mengacu ke serangan Hamas 7 Oktober, di mana Israel mengklaim 1.200 orang terbunuh dan sekitar 240 orang ditawan.

Pernyataan tersebut pun tidak mencantumkan serangan balasan dan serangan darat Israel di Gaza.

Di mana, mengutip Kementerian Kesehatan Gaza, telah menewaskan lebih dari 11.300 warga dengan dua pertiga adalah wanita dan anak-anak.

Bukan Pertama

Mengutip Al-Jazeera, Israel telah mengabaikan lebih dari selusin resolusi yang disahkan oleh DK PBB yang mengecam pendudukan Israel di Yerusalem Timur sejak tahun 1967.

Pada tahun 2004, Israel terus menghancurkan rumah-rumah di kamp pengungsi Rafah setelah DK PBB mengeluarkan resolusi yang menyerukan agar tindakan tersebut dihentikan.

“Lembaga PBB untuk pengungsi Palestina, UNRWA, mengatakan pada saat itu bahwa Israel menghancurkan 167 bangunan lagi dalam tujuh hari setelah resolusi tersebut disahkan,” tulis media Qatar tersebut.

Pada bulan Januari 2009, Sekretaris Jenderal PBB Ban Ki-moon “menyatakan kekecewaan” kepada Perdana Menteri (PM) Israel saat itu, Ehud Olmert.

Bahwa kekerasan terus berlanjut setelah dewan tersebut mengeluarkan resolusi yang menyerukan “gencatan senjata segera” di Gaza.

Pada tahun 2016, PM Israel Benjamin Netanyahu menolak untuk mengakui resolusi DK PBB yang menuntut penghentian aktivitas pemukiman Israel di wilayah pendudukan Palestina.

Israel juga memanggil duta besarnya di Selandia Baru dan Senegal karena mendukung pemungutan suara tersebut. (*)

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *