Info, pilarbangsa.com – Rumah Sakit (RS) Indonesia, di bagian utara Jalur Gaza, beroperasional dalam gelap selama sejak Jumat (10/11) pagi, setelah kehabisan bahan bakar.

Padahal RS ini memiliki tugas berat untuk memberikan bantuan medis bagi korban kebiadaban Israel.

“Kamis malam itu kami mendengar dari ketua servis Rumah Sakit Indonesia bahwa Jumat mereka akan mengatur aliran listrik di RS Indonesia, hanya beberapa saja ruangan akan dinyalakan selebihnya akan padam karena untuk menghemat bahan bakar,” kata Relawan MER-C di Gaza Fikri Rofiul Haq, dilansir dari laman MER-C Indonesia, Sabtu (11/11).

Menurut dia sisa bahan bakar yang ada hanya akan digunakan untuk empat ruangan vital yakni ruang operasi, perawatan intensif, instalasi gawat darurat (IGD) dan pompa air.
Pengurangan pemakain listrik sudah dimulai sejak Jumat (10/11) pagi.

“Alhamdulillah malam ini hanya ruangan-ruangan tertentu saja yang diusahakan tetap menyala,” katanya.

Dan hari ini hingga Sabtu (11/11), kata dia, pihaknya membeli minyak goreng untuk mencoba menyalakan aliran listrik.

Saat ini pihak RS Indonesia sedang mencoba mengganti bahan bakar dengan minyak goreng.

“Namun percobaan ini tidak untuk dua generator besar yang dimiliki RS Indonesia, tapi pada generator kecil yang beberapa waktu lalu di beli atau bawa ke rumah sakit Indonesia,” pungkasnya.

Kepala Presidium MER-C, Sarbini Abdul Murad mengatakan pasokan bahan bakar yaitu solar sudah habis.

Begitu juga dengan persedian obat-obatan, makanan, minuman menipis. Para staf medis, kata Sarbini, terpaksa melakukan penghematan yang luar biasa.

Situasi seperti ini membuat rumah sakit lumpuh. “Ya lumpuh, pasokan bahan bakar untuk listrik tidak ada, obat ludes. Tapi mereka tetap mencoba melakukan yang terbaik. Kalau tidak ada lampu, pakai senter atau dilakukan di siang hari,” katanya.

Selain itu, ia mengatakan serangan kembali dilancarkan militer Israel ke area sekitar RS Indonesia pada Kamis (9/11) malam.

Serangan udara jet tempur itu membuat beberapa plafon bangunan ambruk, jendela dan lemari yang terbuat dari kaca juga pecah.

“Bangunan rumah sakit masih utuh, hanya bagian dalam yang rusak karena getaran roket militer Israel sangat kencang,” ujarnya.

Sasaran dari serangan tersebut, lanjut Sarbini, adalah kamp-kamp pengungsian yang jaraknya tak lebih dari 100 meter dari rumah sakit.

Ia menduga serangan berkali-kali ini dimaksudkan untuk meneror warga yang berlindung di rumah sakit agar pindah.

Dengan begitu militer Israel bisa mengeksekusi RS Indonesia yang diklaim sebagai tempat berlindung kelompok Hamas.

“Tapi karena masyarakat berlindung di sana, nggak bisa diserang sebab akan banyak sekali jatuh korban. Jadi mereka (militer Israel) melakukan serangan dan teror ke area yang paling dekat dengan rumah sakit,” Jelasnya.

Masih Rawat Ratusan Pasien dan Tampung Pengungsi

Saat ini RS Indonesia tak hanya diisi oleh pasien yang membutuhkan perawatan, tetapi warga sekitar yang mencari perlindungan.

Mereka memadati tiga lantai rumah sakit beserta halaman depan.

Para dokter dan perawat, menurut Sarbini, tak mungkin mengusir mereka lantaran rumahnya sudah tidak aman.

Sementara untuk merawat korban luka, dokter di sana hanya bisa berbuat seadanya.

“Contoh kalau ada yang luka dibersihkan dengan air seadanya, bukan cairan khusus, lalu ditutup perban. Jadi bukan standar normal dijahit. Tidak memenuhi standar dan dilakukan dengan keterbatasan. Banyak pasien infeksi karena (perawatan) tak sesuai standar,” paparnya.

Sebagai gambaran, RS Indonesia yang terletak di Bait Lahiya, Kegubernuran Gaza Utara, Jalur Gaza, Palestina adalah salah satu yang terbesar.

Sarbini menyebut rumah sakit ini setara dengan RS Fatmawati di Jakarta, bangunannya memang dirancang tebal sehingga kuat terhadap guncangan.

Bangunan RS Indonesia terdiri dari lima lantai dan mampu menampung 130 pasien. Jumlah tenaga medis yakni dokter dan perawatnya sekitar 800 orang.

RS Indonesia ini dibangun pertama kali pada Mei 2011 dari sumbangan masyarakat Indonesia yang digalang oleh MER-C, dana yang terkumpul mencapai Rp126 miliar.

Pada 2015 rumah sakit ini diresmikan oleh mantan Wakil Presiden, Jusuf Kalla, dan menjadi tumpuan bagi warga Palestina selain RS Al-Shifa.

“RS Indonesia sangat penting keberadaannya, dalam kondisi normal dan tidak pun. Dulu masyarakat kalau berobat harus ke Al-Shifa yang lokasinya jauh. Sekarang cukup ke RS Indonesia dengan fasilitas terbaik. Perlengkapannya bukan kaleng-kaleng,” jelasnya.

Karenanya, dia mengatakan kalau sampai RS ini kolaps akibatnya sangat fatal. Sebab rumah sakit ini satu-satunya tumpuan setelah RS milik negara lain hancur lebur kena serangan.

Dalam perkembangan terbaru sejak konflik pecah 7 Oktober lalu, RS Indonesia mencatat jumlah korban meninggal yang dilarikan ke sana mencapai 1.784 orang dan 4.666 orang dirawat.

Hingga kini, masih ada ratusan orang dirawat inap di RS Indonesia. Pengamat Timur Tengah yang juga Dosen Hubungan Internasional Universitas Bina Nusantara, Tia Mariatul Kibtiah, berkata RS Indonesia adalah wajah pemerintah Indonesia yang tak boleh diperlakukan semena-mena. (*)

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *