Pekanbaru, pilarbangsa.com – Sesi di hari kedua pelaksanaan workshop penyusunan rencana strategi konservasi spesies yang ditaja oleh Perkumpulan Jejaring Hutan Satwa (PJHS) melakukan diskusi publik dengan para peserta.
Diskusi yang membahas konservasi spesies satwa di tiga wilayah landskap tersebut dibagi menjadi 3 kelompok, yakni kelompok membahas isu satwa Trenggiling di Pulau Padang Kepulauan Meranti, kelompok isu satwa Harimau di Semenanjung Kampar, dan kelompok isu satwa Gajah di Tesso Nilo Riau.
Ketua PJHS, Syamsuardi mengatakan tujuan pelaksanaan kegiatan workshop selama dua hari tersebut untuk membangkitkan kearifan lokal masyarakat dalam melestarikan satwa.
Sejarah dahulu menurut Syamsuardi, masyarakat sangat menghormati satwa dengan memberikan panggilan yang bagus, seperti Gajah dipanggil dengan Datuak Godang dan Harimau dipanggil Datuak Bolang.
“Silsilah ini yang kita lihat sekarang sudah mulai pudar, maka dengan diskusi ini kami akan berupaya mengembalikan hal itu semua. Jadi apabila ini terwujud, ketika kita melakukan konservasi spesies-spesies tadi akan lebih mudah. Sehingga tidak ada lagi ketakutan pada satwa maupun manusia tersebut, yang dapat mengancam kehidupan satu sama lainnya,” ujar Syamsuardi.
“Maka sudah saatnya kita untuk menurunkan ego, karena kalau tidak berubah secara tidak langsung dalam waktu yang cepat akan hilang atau punah satwa-satwa. Oleh karena itu kepedulian semua pihak menjadi kunci bagaimana konservasi ini bisa dijalankan dengan baik,” tutup Syamsuardi.
Salah satu pemerhati satwa Wishnu Sukmantoro mengatakan wacana penyusunan rencana strategi konservasi spesies telah melakukan upaya kajian dari hasil survei great 5×5 kmĀ² langsung ditempat lokasi.
“Kita telah bentuk tim konservasi spesies satwa untuk mengakses seluruh grid, mulai dari Pulau Padang, Semenanjung Kampar, dan Tesso Nilo sekitar 258 grid. Dan disana kita lakukan kegiatan interview dengan masyarakat sekitar, karena informasi dari masyarakat sangat penting,” ujar Wishnu.
“Aksi kita selanjutnya membuat penilaian isu dari tingkat kepentingan, tingkat keterancaman, dan tingkat intervensi. Dan pada akhirnya diketahui untuk daerah Pulau Padang satwa Trenggiling, Semenanjung Kampar Satwa Harimau, dan Tesso Nilo satwa Gajah menjadi prioritas kita dalam pemilihan di tiga landskap” tutup Wishnu yang juga sebagai Wakil Ketua PJHS.
Sementara itu, Mustafa Lubis Kabid Wilayah II Balai Besar KSDA Riau mengapresiasikan kegiatan workshop penyusunan rencana strategi konservasi spesies ini, karena hal ini merupakan langkah yang positif dalam melestarikan satwa maupun lingkungan.
Ia juga menekankan terkait keberadaan informasi satwa Trenggiling di Pulau Padang Kabupaten Meranti tersebut perlu melakukan kajian-kajian yang signifikan, mengingat satwa ini masih belum banyak aktifitas keberadaan.
“Kalau pun ada yang mengatakan satwa Trenggiling itu punah, atau hanya informasi saja, maka diperlukan analisa dan kajian mendalam. Dan karena satwa ini termasuk dilindungi, maka kita akan melakukan pemantauan dan monitoring aktifitas ilegal manusia yang melakukan tindakan pemburuan atau penangkapan,” ujar Mustafa.
“Harapannya dengan kegiatan workshop ini tidak hanya berhenti sampai disini, tetapi bersama-sama kita terus menjalin komunikasi dan mendorong beberapa pihak untuk melakukan kegiatan konservasi dengan menerapkan gagasan dan ide hasil dari workshop ini,” tutupnya. *(mrz)